Jumat, 15 November 2013

TULISAN 2

CERPEN 


"Mimpi Buruk"




   Hujan semakin deras, jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam. Difa dengan malasnya membetulkan selimut tebalnya. Dengan suasana kamar yang sejuk dan nyaman, terdapat beberapa foto Difa yang dipajang dalam bingkai yang sangat besar. Ada dua buah laptop di meja belajar, yang mana meja belajar itu terukir sebuah seni yang sangat indah dan tentu harganya sangat mahal. Di samping meja belajar, terdapat almari pakaian yang tentu di dalamnya banyak pakaian mahal milik Difa. Ranjang Difa sangat luas dan empuk, tentu siapa saja yang tidur di sana serasa tidur di surga dunia. Betapa nyamannya setiap orang jika mempunyai kamar seperti itu, tetapi tidak untuk Difa. Difa merasa hidup ini seperti neraka, hal itu karena sikap mamanya.

          Sang surya sudah mulai menampakkan sinarnya yang amat cerah. Tidak seperti semalam, hujan terus mengguyur bumi pertiwi. Pagi ini sangat cerah seperti enggan menurunkan hujan lagi. Difa dan Faiz sudah duduk di meja makan untuk sarapan. Muhammad Faiz Wardani adalah adik Radifa Kanya Wardani, dan orang-orang biasa memanggilnya Faiz. Faiz duduk di Sekolah Dasar kelas lima, sedangkan kakaknya duduk di Sekolah Menengah Atas kelas dua. Kebiasaan kakak beradik ini sangat berbeda. Faiz adalah bocah laki-laki yang sangat penurut dan rajin, selain itu dia juga pintar. Berbeda dengan Difa, Difa adalah seorang gadis yang pemalas dan lebih suka bergaul dengan teman laki-lakinya yang nakal. Sebenarnya Difa anak baik tetapi karena sikap mamanya, dia menjadi seperti itu.
“ Faiz sayang, kamu bawa bekal ya nak? Mama udah masakin sosis kesukaan kamu.” Kata mama Difa.
“ Iya mama, terus kak Difa juga bawa bekal kan? Mama masakin apa buat kak Difa?” kata Faiz sambil tersenyum.
“ Faiz, kak Difa kan udah gede. Jadi nggak usah bawa bekal, dia kan bisa jajan di kantin sekolah.” Kata mama Difa tanpa memandang Difa.
Memandang Difapun jarang apalagi perhatian dengan Difa, itulah sikap mama Difa selama ini yang sangat menyakitkan hati Difa. Memang semua kebutuhan materi Difa terpenuhi oleh mamanya, tetapi kebutuhan non materi yang lain tidak diperhatikan oleh mama Difa.
          Mama Difa adalah sorang pengusaha wanita yang sukses. Sedangkan papa Difa seorang dokter gigi di rumah sakit terkemuka. Walaupun sesibuk apapun, papa Difa tetap perhatian dengan kedua anaknya. Berbeda dengan mama Difa, mama Difa hanya perhatian dengan anak laki-lakinya. Mama Difa sangat perhatian dengan Faiz berawal ketika Faiz mengidap kanker otak stadium awal, selain itu Faiz juga mengidap beberapa penyakit lainnya seperti tipus, magh, demam berdarah, dan lain-lain. Memang sejak kecil kondisi kesehatan Faiz sangat lemah, oleh karena itu ia banyak mengidap penyakit. Difa sebenarnya juga sangat menyayangi Faiz tetapi karena terbawa perasaan emosi dan iri, Difa membenci adiknya sendiri. Di rumah megah Difa walaupun ia tidak mendapat perhatian mamanya, Difa mendapat perhatian dari papa Difa, Faiz dan juga pembantunya. Faiz tidak mau kalau kakaknya membenci dirinya karena iri, selain itu Faiz juga sangat menyayangi kakak perempuannya. Faiz lebih sering mengalah dengan kakaknya, tetapi walaupun begitu Difa tidak pernah menyadari kalau adiknya sering mengalah karena ikhlas dan sayang kepada Difa. Difa selalu berprasangka kalau adiknya sering mengalah dan perhatian dengannya karena meledek, padahal tidak.
          Suatu hari Difa kecelakaan dan dibawa ke rumah sakit. Difa kehilangan banyak darah, karena kepalanya terbentur batu saat kecelakaan dan mengucurkan banyak darah. Sehingga Difa membutuhkan donor darah dari orang yang bergolongan darah sama dengannya. Setelah di tes ternyata golongan darah papa Difa dan Faiz sama dengan golongan darah Difa. Dengan rasa ikhlas dan mengharap, Faiz meminta agar darahnya yang didonorkan untuk kakaknya. Mama dan papa Difa tidak setuju kalau Faiz mendonorkan darahnya untuk Difa, lebih baik papa Difa saja yang mendonor. Tetapi tetap saja Faiz memaksa, akhirnya merekapun setuju. Sebelum mendonorkan darah, Faiz menulis surat untuk keluarga tercintanya. Dan setelah pendonoran itu terjadi, kondisi Faiz semakin lemah dan memburuk. Akhirnya Faiz meninggal dunia, sedangkan Difa sembuh berkat pertolongan Faiz dan Allah SWT. Difa sangat sedih ketika adiknya meninggal karena menolongnya. Selain itu, Difa juga menyesal telah berburuk sangka dengan adiknya yang sangat ikhlas mencintai dan menyayanginya.
          Setelah acara pemakaman Faiz usai mama, papa dan juga Difa membaca surat dari Faiz. Walaupun tulisan anak SD tidak rapi, tetapi masih bias dibaca.
For My Family     
          Papa, mama, kak Difa aku sangat sayang sama kalian. Maafin aku jika aku ada salah, selama ini aku banyak merepotkan kalian. Aku tidak mau kalian berselisih. Aku tahu kita semua saling menyayangi dan mencintai. Aku tak mau jika mama tidak perhatian dan tidak sayang sama kak Difa. Aku mau mama perhatian sama kak Difa seperti perhatian sama aku. Mama, papa lebih baik yang pergi aku aja. Aku rela mendonorkan darah ini untuk kak Difa agar kak Difa bias tetap hidup. Lebih baik aku aja yang mati karena aku sudah mengidap banyak penyakit. Keluargaku, hanya ada satu permintaanku yaitu:
“Kalian semua jangan pernah berpisah, jadilah selalu keluarga yang utuh.”
From Faiz
Berlinanglah air mata mama, papa dan juga Difa saat membaca surat itu. Setelah kejadian itu, mama Difa menjadi sangat sayang dan perhatian dengan Difa begitu juga papa Difa. Akhirnya keluarga Difa menjadi keluarga yang bahagia dan terasa utuh walaupun tanpa Faiz.
Seketika Faiz membangunkan kakaknya. Difa kaget ketika bangun matanya sudah sembab karena kebanyakan menangis, ternyata Difa hanya mimpi. Difa tidak menyangka kalau peristiwa itu hanya mimpi. Difa takut kalau peristiwa dalam mimpi itu benar-benar terjadi. Setahu Difa mamanya sekarang sangat perhatian dengannya dan Faiz juga masih hidup karena baru saja Faiz membangunkan Difa dari mimpi buruknya.        
           

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar