CERPEN
"Mimpi
Buruk"
Hujan semakin deras, jam dinding menunjukkan
pukul sepuluh malam. Difa dengan malasnya membetulkan selimut tebalnya. Dengan
suasana kamar yang sejuk dan nyaman, terdapat beberapa foto Difa yang dipajang
dalam bingkai yang sangat besar. Ada dua buah laptop di meja belajar, yang mana
meja belajar itu terukir sebuah seni yang sangat indah dan tentu harganya
sangat mahal. Di samping meja belajar, terdapat almari pakaian yang tentu di
dalamnya banyak pakaian mahal milik Difa. Ranjang Difa sangat luas dan empuk,
tentu siapa saja yang tidur di sana serasa tidur di surga dunia. Betapa
nyamannya setiap orang jika mempunyai kamar seperti itu, tetapi tidak untuk
Difa. Difa merasa hidup ini seperti neraka, hal itu karena sikap mamanya.
Sang surya sudah mulai menampakkan
sinarnya yang amat cerah. Tidak seperti semalam, hujan terus mengguyur bumi
pertiwi. Pagi ini sangat cerah seperti enggan menurunkan hujan lagi. Difa dan
Faiz sudah duduk di meja makan untuk sarapan. Muhammad Faiz Wardani adalah adik
Radifa Kanya Wardani, dan orang-orang biasa memanggilnya Faiz. Faiz duduk di
Sekolah Dasar kelas lima, sedangkan kakaknya duduk di Sekolah Menengah Atas
kelas dua. Kebiasaan kakak beradik ini sangat berbeda. Faiz adalah bocah
laki-laki yang sangat penurut dan rajin, selain itu dia juga pintar. Berbeda
dengan Difa, Difa adalah seorang gadis yang pemalas dan lebih suka bergaul
dengan teman laki-lakinya yang nakal. Sebenarnya Difa anak baik tetapi karena
sikap mamanya, dia menjadi seperti itu.
“ Faiz
sayang, kamu bawa bekal ya nak? Mama udah masakin sosis kesukaan kamu.” Kata
mama Difa.
“ Iya mama,
terus kak Difa juga bawa bekal kan? Mama masakin apa buat kak Difa?” kata Faiz
sambil tersenyum.
“ Faiz, kak
Difa kan udah gede. Jadi nggak usah bawa bekal, dia kan bisa jajan di kantin
sekolah.” Kata mama Difa tanpa memandang Difa.
Memandang
Difapun jarang apalagi perhatian dengan Difa, itulah sikap mama Difa selama ini
yang sangat menyakitkan hati Difa. Memang semua kebutuhan materi Difa terpenuhi
oleh mamanya, tetapi kebutuhan non materi yang lain tidak diperhatikan oleh
mama Difa.
Mama Difa adalah sorang pengusaha
wanita yang sukses. Sedangkan papa Difa seorang dokter gigi di rumah sakit
terkemuka. Walaupun sesibuk apapun, papa Difa tetap perhatian dengan kedua
anaknya. Berbeda dengan mama Difa, mama Difa hanya perhatian dengan anak
laki-lakinya. Mama Difa sangat perhatian dengan Faiz berawal ketika Faiz
mengidap kanker otak stadium awal, selain itu Faiz juga mengidap beberapa
penyakit lainnya seperti tipus, magh, demam berdarah, dan lain-lain. Memang
sejak kecil kondisi kesehatan Faiz sangat lemah, oleh karena itu ia banyak
mengidap penyakit. Difa sebenarnya juga sangat menyayangi Faiz tetapi karena
terbawa perasaan emosi dan iri, Difa membenci adiknya sendiri. Di rumah megah
Difa walaupun ia tidak mendapat perhatian mamanya, Difa mendapat perhatian dari
papa Difa, Faiz dan juga pembantunya. Faiz tidak mau kalau kakaknya membenci
dirinya karena iri, selain itu Faiz juga sangat menyayangi kakak perempuannya.
Faiz lebih sering mengalah dengan kakaknya, tetapi walaupun begitu Difa tidak
pernah menyadari kalau adiknya sering mengalah karena ikhlas dan sayang kepada
Difa. Difa selalu berprasangka kalau adiknya sering mengalah dan perhatian
dengannya karena meledek, padahal tidak.
Suatu hari Difa kecelakaan dan dibawa
ke rumah sakit. Difa kehilangan banyak darah, karena kepalanya terbentur batu
saat kecelakaan dan mengucurkan banyak darah. Sehingga Difa membutuhkan donor
darah dari orang yang bergolongan darah sama dengannya. Setelah di tes ternyata
golongan darah papa Difa dan Faiz sama dengan golongan darah Difa. Dengan rasa
ikhlas dan mengharap, Faiz meminta agar darahnya yang didonorkan untuk
kakaknya. Mama dan papa Difa tidak setuju kalau Faiz mendonorkan darahnya untuk
Difa, lebih baik papa Difa saja yang mendonor. Tetapi tetap saja Faiz memaksa,
akhirnya merekapun setuju. Sebelum mendonorkan darah, Faiz menulis surat untuk
keluarga tercintanya. Dan setelah pendonoran itu terjadi, kondisi Faiz semakin
lemah dan memburuk. Akhirnya Faiz meninggal dunia, sedangkan Difa sembuh berkat
pertolongan Faiz dan Allah SWT. Difa sangat sedih ketika adiknya meninggal
karena menolongnya. Selain itu, Difa juga menyesal telah berburuk sangka dengan
adiknya yang sangat ikhlas mencintai dan menyayanginya.
Setelah acara pemakaman Faiz usai
mama, papa dan juga Difa membaca surat dari Faiz. Walaupun tulisan anak SD
tidak rapi, tetapi masih bias dibaca.
For My Family
Papa, mama, kak Difa aku sangat
sayang sama kalian. Maafin aku jika aku ada salah, selama ini aku banyak
merepotkan kalian. Aku tidak mau kalian berselisih. Aku tahu kita semua saling
menyayangi dan mencintai. Aku tak mau jika mama tidak perhatian dan tidak
sayang sama kak Difa. Aku mau mama perhatian sama kak Difa seperti perhatian
sama aku. Mama, papa lebih baik yang pergi aku aja. Aku rela mendonorkan darah
ini untuk kak Difa agar kak Difa bias tetap hidup. Lebih baik aku aja yang mati
karena aku sudah mengidap banyak penyakit. Keluargaku, hanya ada satu
permintaanku yaitu:
“Kalian semua jangan
pernah berpisah, jadilah selalu keluarga yang utuh.”
From Faiz
Berlinanglah
air mata mama, papa dan juga Difa saat membaca surat itu. Setelah kejadian itu,
mama Difa menjadi sangat sayang dan perhatian dengan Difa begitu juga papa
Difa. Akhirnya keluarga Difa menjadi keluarga yang bahagia dan terasa utuh
walaupun tanpa Faiz.
Seketika
Faiz membangunkan kakaknya. Difa kaget ketika bangun matanya sudah sembab
karena kebanyakan menangis, ternyata Difa hanya mimpi. Difa tidak menyangka
kalau peristiwa itu hanya mimpi. Difa takut kalau peristiwa dalam mimpi itu
benar-benar terjadi. Setahu Difa mamanya sekarang sangat perhatian dengannya
dan Faiz juga masih hidup karena baru saja Faiz membangunkan Difa dari mimpi
buruknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar