Rabu, 29 Oktober 2014

My Village



Gunungkidul adalah tempat kelahiran saya. Siapa sih yang belum tahu Gunungkidul. Kalau yang suka travelling pasti sudah tahu banyak tentang Gunungkidul. Gunungkidul merupakan salah satu tempat yang kaya akan tempat wisata, khususnya pantai. Di Gunungkidul terdapat Pantai Baron, Pantai, Kukup, Pantai Krakal, Pantai Pok Tunggal, Nglanggeran, Goa Pindul, dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Tempat wisata di Gunungkidul sangat indah, kalau kesana pasti ketagihan ingin kesana lagi. Oleh karena itu saya sangat cinta dengan tempat kelahiran saya yaitu Gunungkidul Handayani. Rumah kakek dan nenek saya tepatnya di daerah Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta. Kakek dan nenek saya adalah petani. Sejak kecil saya ikut dengan mereka, oleh karena itu saya semasa kecil sering ikut ke sawah membantu mereka. Ketika SD sehabis pulang sekolah saya membantu mencari makanan sapi di sawah, saya mencari rumput. Ya walaupun hasil saya merumput sedikit, setidaknya saya sudah membantu kakek nenek saya. Ketika panen cabai saya juga sering ikut untuk memetik cabai. Ketika panen kacang saya ikut juga membantu. Ketika panen jagung saya ikut membantu menjemur dan “motheki” jagung. Walaupun hanya petani, tetapi Alhamdulillah hasil panennya sangat memuaskan dan cukup. Saya suka membantu orang bertani, hanya saja saya tidak terlalu kuat menahan panasnya sinar matahari. Sekarang kakek dan nenek saya pun  dibantu oleh orang lain dalam mengurus sawah. Memang kakek nenek saya memiliki beberapa sawah dan karena sudah tua maka tidak memungkinkan untuk mengurusnya sendiri. Kakek dan nenek saya pun tinggal menikmati hasil panennya karena sudah ada yang membantu. Saya juga sering pulang kampung untuk menengok mereka. Kalau sedang libur saya menyempatkan diri untuk melepaskan rasa kangen dengan mereka dan tempat kelahiran saya. Saya memang dilahirkan di Gunungkidul. Ketika saya sudah berumur beberapa  bulan, ibu saya kembali ke Jakarta karena memang bekerja di Jakarta. Dan saya dari TK sampai SMA tinggal bersama kakek nenek. Ketika lulus SMA saya kuliah di Gunadarma, sehingga saya harus tinggal bersama ayah dan ibu saya di Jakarta. Sebenarnya berat meninggalkan kakek nenek saya, namun apalah daya. Yang penting ketika libur, saya pasti selalu pulang kampung untuk menengok mereka.

The Puppet, my Favorite



Dyah Shinta Kusumaningtyas, dilihat dari namanya pun sudah terlihat bahwa saya adalah orang jawa. Saya asli orang Yogyakarta, bahkan teman-teman saya pun sering berkata kalau saat saya berbicara terlihat sekali “medhok”nya. Ya maklumlah saya kan orang Jogja. Saya suka nonton wayang kulit, karena saya suka ceritanya atau lakonnya (dalam bahasa jawa). Cerita atau lakon wayang itu menceritakan tentang kehidupan manusia zaman kerajaan dulu. Dan di dalamnya pun mengandung banyak sekali pesan-pesan kehidupan. Dalam pewayangan itu ada dua cerita besar yaitu “Mahabharata” dan “Ramayana”. Namun dalam cerita wayang itu banyak sekali sub-subnya, jadi kalau diceritakan mencapai ratusan sub-sub cerita wayang. Nah di dalam pertunjukan wayang itu biasanya hanya satu sub cerita wayang saja yang ditampilkan, itupun semalam suntuk belum selesai ceritanya. Biasanya sampai pagi baru selesai pertunjukkannya. Kalau didaerah Jakarta biasanya saya nonton  di Gelora Bung Karno, Senayan. Di TMII juga katanya sering ada, tapi tidak setiap pertunjukkan wayang saya kunjungi. Kadang kalau ada waktu luang saya baru nonton. Saya seringnya mendengarkan wayang lewat radio, dan itu juga lebih seru karena suara dalangnya menjadi terdengar lebih jelas. Kalau di kampung saya di daerah Jogja ada pertunjukkan wayang hanya ketika ada acara hajatan atau ketika Rasulan (Bersih Desa). Biasanya ketika rasulan pasti ramai sekali yang menonton. Saya sangat suka dengan wayang karena wayang merupakan salah satu dari ribuan kebudayaan khas Indonesia. Cerita wayang sendiri sebenarnya berasal dari India, namun bentuk wayang itu berasal dari Indonesia sendiri. Banyak sekali jenis wayang, namun saya lebih suka jenis wayang kulit. Saya suka jenis wayang kulit karena bentuk wayangnya itu unik sekali. Dhalang pun bisa hafal semua nama wayang yang satu dengan yang lain. Bisa dibayangkan kan kalau wayang kulit itu nama-nama tokohnya sangat banyak dan bentuknya juga berbeda-beda, namun dhalangnya bisa hafal. Saya juga mengagumi sosok seorang dhalang karena bisa memainkan semua wayangnya dan bisa membedakan setiap suara wayangnya. Disamping itu saya juga suka dengan suara gamelan yang mengiringi pertunjukkan wayang. Biasanya dalam pertunjukkan itu ada beberapa sindhen yang menyanyi dalam iringan suara gamelan tersebut. Saya ingin sekali rasanya bisa memainkan gamelan. Bahkan saya bermimpi suatu saat ingin memiliki sanggar wayang. Jadi dalam sanggar itu kita bisa berlatih memainkan gamelan, berlatih menyanyi seperti sindhen, dan juga berlatih menjadi dhalang. Dengan memiliki sanggar itu semoga bisa menjadi wujud dalam melestarikan salah satu budaya Indonesia yaitu wayang kulit.

Me and Me…

Nama saya adalah Dyah Shinta Kusumaningtyas. Yang memberi nama itu adalah ibu saya. Mungkin ada yang bertanya-tanya tentang arti nama saya. “Dyah” itu berarti perempuan atau wanita. Kalau “Shinta” saya belum tahu artinya apa, mungkin ibu saya menginginkan saya seperti sosok Dewi Shinta dalam pewayangan. Dewi Shinta adalah istri dari Pangeran Rama yang sangat cantik, baik hati dan juga setia kepada suaminya. Mungkin ibu saya menginginkan saya seperti seorang Dewi Shinta. Kalau “Kusuma” itu artinya bunga, dan “ningtyas” itu artinya di hati. Ibu saya ingin ketika ada orang yang melihat atau bertemu dengan saya, hatinya langsung berbunga-bunga. Atau bisa juga menginginkan saya menjadi bunga dihati orang lain, terutama dihati para kaum Adam. Dirumah saya biasa dipanggil Shinta. Di kampus biasa dipanggil Dyah, Shinta dan ada juga yang memanggil Jojo. Saya terlahir dari sebuah keluarga sederhana. Kedua orang tua saya asli Yogyakarta, saya pun juga lahir di Yogyakarta. Namun ayah saya bekerja di Jakarta dan memiliki rumah disana. Saya memiliki dua orang adik laki-laki semua. Adik saya yang satu kelas 2 SMP dan yang satu kelas 5 SD. Mereka sangat nakal, setiap hari sayapun sering bertengkar dan bercanda dengan mereka. Namun walaupun begitu, mereka tetap adik-adik saya. Saya sangat bersyukur memiliki keluarga seperti mereka. Sejak kecil saya tinggal di Yogyakarta bersama kakek dan nenek saya. Dari TK sampai SMA saya di Yogyakarta. Ketika SMA saya mendapat undangan SNMPTN, namun saya tidak lolos. Ketika lulus SMA saya pun mencoba untuk mendaftar SNMPTN tertulis, namun alhasil saya pun juga tidak lolos. Saat itu saya sempat frustasi akan kuliah dimana, karena saya tidak diterima di perguruan tinggi negeri manapun. Lalu orang tua saya pun menyarankan saya untuk kuliah di Universitas Gunadarma daerah Depok, Jawa Barat. Karena saudara saya juga ada yang kuliah disana, sudah lulus dan sudah bekerja mapan. Awalnya saya tidak tahu Universitas Gunadarma itu seperti apa. Saya pun browsing mengenai Universitas Gunadarma, ternyata Gundar adalah universitas swasta terbaik di Indonesia. Akhirnya saya pun mencoba mendaftar kesana dan Alhamdulillah diterima. Saya pun tidak frustasi lagi memikirkan akan kuliah dimana. Karena saya sudah mempunyai pilihan untuk kuliah di Gunadarma. Namun saya sedih, karena harus meninggalkan kakek dan nenek saya yang ada di Yogyakarta. Dan saya juga sedih harus meninggalkan kampung halaman saya di Yogyakarta. Namun apalah daya, saya harus pergi mencari ilmu. Semoga ilmu yang saya dapat kelak bisa berguna dan berkah bagi saya dan orang lain. Terutama bagi nusa dan bangsa. Aminn.